Kamu buka lagi lembar-lembar kertas berisi hitungan rancangan gedungmu. Kamu baca kembali lembar konsultasi bertanggalkan April tahun lalu. Ah, kamu galau. Kamu menyesal. Setahun sudah kamu habiskan waktu dengan beban yang sama di kepala. “dasar malas”. Kamu mengutuk dirimu sendiri. Dengan semangat yang kau paksakan kau buka kembali folder rancangan gedung yang kau beri nama “bismillah” dengan harapan bahwa itu rancangan akan selesai dan berjalan dengan mulus dan lurus. Tapi nyatanya jalan yang kamu lalui untuk menyelesaikan itu rancangan serupa dengan kelak-kelok jalan di gunung Kulu sana, bahkan lebih dari itu, kalau bisa dianogikan jalan yang harus kamu lalui adalah semisal kelok jalan gunung Kulu yang belum di aspal. Sudah menanjak, berkelak-kelok lalu berbatu dan becek pula. Begitulah. Walaupun sebenarnya kamu sendiri yang salah memilih jalannya, kamu sendiri yang membuat jalanmu untuk menyelesaikan itu rancangan menjadi begitu panjang dan melelahkan. Tentu saja tidak ada yang b...
Setiap dari kita pasti punya seseorang dalam kepala kita yang menjadi sumber inspirasi untuk kita menulis. Seseorang yang ketika mengingatnya akan ada banyak kalimat-kalimat yang terus bermunculan entah dari mana asalnya. Untuk itulah kau bagiku. Aku mungkin sudah bersedia mengikhlaskanmu. Aku sudah bersedia melepaskanmu. Tapi tetap saja aku benar-benar belum bisa melenyapkanmu dari ingatanku. Karena apa? Karena denganmu yang tetap bersarang di kepala akan ada banyak hal dan kalimat yang bisa ku tulis. Tidak apa-apa jikapun itu tetap menyesakkan dada. Aku tidak lagi keberatan. Setidaknya sesak yang mendera itu dapat membuatku menghasilkan sesuatu. Seperti berjudul-judl tulisan yang sudah pasti membuatku merasa puas setalh menuliskannya. Kau, tahu tidak? Rasanya aku tidak pernah menyesal dengan apa yang terjadi dengan kita. aku tidak menyesal pernah menyukaimu sekalipun kau tidak menyukaiku. Setidaknya setiap luka yang kau timbulkan membuatku sadar bahwa tidak semua bisa kupak...