Skip to main content

Oktober jangan kembali.

Oktober datang dengan malu-malu . dengan angin sepoi yang melambai-lambaikan ujung jilbabku, lalu rinai hujan yang selalu berhasil membawaku hanyut dalam rintik rintiknya yang lembut. oktober datang mengetuk pintu rumahku. membawakan sekaleng biskuit lalu dengan malu-malu ia memintaku untuk membuatkannya secangkir teh. oktober menyesap pelan-pelan teh yang kubuatkan untuknya. di luar sana, hujan seperti mengulur waktu agar oktober tidak segera beranjak. oktober tidak mengatakan sepatah katapun.  oktober tidak memberiku jalan untuk membuka pembicaraan. ia tidak tau bahwa ada banyak hal yang sebenarnya ingin kusampaikan. bahwa ada banyak hal yang sebenarnya ingin kutanyakan.ia tetap diam memainkan cangkir tehnya. ia terus diam di depanku sambil tersipu. malu? entahlah. aku terlalu naif untuk menafsirkan maksud pandang tatapnya. oktober membuatku mati kutu, oktober membuatku hanya bisa diam menyaksikannya. yang pelan-pelan datang, yang pelan-pelan menyusup ke dalam pikiranku, yang kemudian dengan pelan-pelan juga beranjak pergi. ah, oktober selalu begitu. muncul tanpa aku tahu dari mana asalnya. menetap untuk sekejap, menawarkan rindu, lalu beranjak tanpa sempat aku cegat. oktober tidak pernah membiarkanku berlama-lama bersamanya. dan aku, aku juga seperti sudah terbiasa menerimanya singgah untuk sementara sebelum ia kembali mengelana entah kemana. 

hujan pelan-pelan mulai mereda. oktober memalingkan wajahnya ke arahku. sejak tadi, matanya hanya memperhatikan hujan mengguyur di luar sana. oktober tersenyum sekilas kemudian beranjak pergi. lagi-lagi tanpa mengucapkan satu kata pun. oktober pergi dengan mengayuh sepeda tuanya. lempug tanah yang berjam-jam diguyur hujan menjadikannya lumpur liat yang membuat oktober dan sepedanya kesusahan berjalan. tapi oktober tetap tidak mengatakan apa-apa. aku mengamatinya dari teras rumahku. berkali-kali oktober terlihat kesusahan mengayuh sepedanya yang terjebak lumpur, tapi oktober tetap tidak menoleh.ia terus mengayuh sepeda tuanya itu. semakin lama ia semakin mengecil dari pandanganku. lalu saat oktober dan sepedanya hilang di tikungan sana, aku bergegas masuk dan menututp pintu rumahku lantas menguncinya. aku berjanji dalam hati tidak akan menerima oktober lagi. aku berharap agar oktober tidak pernah lagi kembali. 


Comments