Kita selalu mengeluh setiap kali
harus menunggu. Apapun itu. Menunggu adalah hal yang mungkin paling membosankan
yang pernah ada. Seperti yang lagi-lagi aku lakukan hari ini. Tadi pagi aku
dengan sabar menunggu surat pengantar KP ku di proses. Dan sebelum aku duduk
dengan tidak nyamannya di depan counter check in perpustakaan Unsyiah ini, aku
sudah lebih dulu duduk dengan sabar di depan loket jurusan, menunggu bang Fahmi
yang sedang menjemput anaknya di sekolah. Kalau saja boleh, daripada menunggu
berjam-jam disini, aku bersedia menggantikan bang Fahmi menjemput anaknya
asalkan keperluanku bisa segera diurusnya. Dan sayangnya, lagi-lagi aku tidak
cukup sabar. Melihat bang Fahmi tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan segera
kembali, aku akhirnya pindah menuju perpustakaan. Aku rasa lebih baik menghabiskan
waktu di perpustakaan daripada menunggu sendirian di depan loket jurusan. Mungkin
ada sesuatu yang bisa aku kerjakan di perpustakaan sana. Dan di sinilah aku
sekarang. Di depan counter check in perpustakaan, lagi-lagi menunggu. Tapi bedanya
kali ini aku tidak sedang menunggu seseorang. Aku sedang menunggu pengunjung
perpustakaan lainnya keluar. Kenapa? Karena tidak ada satupun tempat yang bisa
aku pakai saat ini. Aku sudah berputar-putar mencari tempat kosong dari lantai
satu, dua dan tiga sejak tadi tapi tidak ada tempat kosong yang bisa aku
gunakan. Semuanya penuh. Sejak kapan perpustakaan jadi sepenuh ini. Kenapa
tidak ada satupun kursi yang bisa aku pakai. Kalau tau begini, mungkin lebih
baik aku menunggu bang Fahmi saja di jurusan. Mana tau sekarang bang Fahmi
sudah kembali ke loketnya. Tapi untuk alasan yang juga tidak terlalu aku
pahami, aku akhirnya memutuskan untuk duduk di sini. Mengeluarkan laptop dan
menulis tulisan ini sambil menunggu pengunjung perpustakaan yang saat ini
sedang menyesaki semua sudut perpustakaan keluar. Sebentar lagi jam makan
siang, mungkin orang-orang akan segera keluar untuk mengisi perutnya.
Pada kursi panjang yang menghadap
ke counter check in, aku duduk paling ujung seorang diri. Orang-orang datang
dan pergi. Beberapa orang duduk di sebelahku, lalu kemudian beranjak pergi. Di luar
sana, awan hitam masih saja menggantung di langit darussalam. Lantunan ayat
suci al quran terdengar dari mesjid jamik di sebelah perpustakaan pertanda
bahwa azan Dhuhur akan segera menyusul setelahnya. Aku beberapa kali melirik jam di
pojok kanan bawah layar laptopku. Dua dijit terakhirnya sudah berganti sejak
tadi. Tapi tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka yang ada di
dalam perpustakaan saat ini sudah berkurang. Bahkan menurut pantauanku sejak tadi,
orang-orang yang baru datang sepertinya jumlahnya lebih banyak dibandingkan
dengan mereka yang keluar. Maka bisa dipastikan bahwa saat ini sepertinya,
belum ada kursi kosong yang bisa aku pakai di dalam sana.
Aku masih duduk diam di sini,
sabar menunggu. Dijit terakhir pada jam di layar monitor laptopku sudah
beberapa kali berganti. Di sebelah kiriku, sebuah layar televisi yang
menggantung sekitar dua meter di dinding menayangkan siaran National Geographic
Wild. Tidak ada yang peduli kecuali petugas di counter informasi yang mungkin
saat ini tidak ada yang harus dilayani. Orang-orang mulai terlihat keluar. Tapi
yang baru datang juga terus masuk. Seorang teman kampusku juga termasuk salah
satu dari mereka yang baru datang. Ia sempat mengajakku masuk. Aku menolaknya. Aku
sepertinya mulai nyaman duduk di kursi panjang ini sambil terus menulis, memperhatikan
orang-orang yang berlalu lalang, dan sesekali menyimak siaran televisi yang
mungkin tidak ada orang lain yang peduli. Aku mulai menikmati situasi saat ini,
jari-jariku juga sepertinya masih betah terus menari-nari di atas tuts-tuts
keyboard. Aku tidak ingin menghentikannya. Aku menguap beberapa kali,maklum
saja tadi malam aku masih tidur di atas jam dua pagi. Aku kembali
memeperhatikan pintu keluar perpustakaan, sekawanan mahasiswa terlihat keluar
sambil berbaris di pintu keluar yang sempit, aku mulai mengira-ngira jumlah
orang yang saat ini ada di dalam perpustakaan sana dan mulai memepertibangkan
apakah sudah saatnya aku masuk. Aku berhenti mengetik, mataku mulai fokus
memperhatikan pintu masuk dan keluar perpustakaan. Suara dering handphone
seseorang di sebelahku menyadarkan bahwa aku belum mengecek hp ku sejak tadi. Segera
setelah itu, aku merogoh tas ku, mencari-cari letak hp ku yang tadi kumasukkan
dengan asal. Tidak pesan yang masuk, tentu saja, tidak ada yang mencariku.
Awan mendung di luar sana sudah
menumpahkan isinya, hujan mengguyur dengan deras. Sebuah ambulance berhenti di
depan perpustakaan untuk alasan yang tidak aku mengerti. Di tengah hujan yang
deras itu seorang petugas terlihat keluar dari dalam ambulance dan masuk ke
perpustakaan sambil mengenakan sarung tangannya. Seorang petugas perpustakaan
langsung menyambutnya dan mengarahkannya masuk ke dalam sebuah ruangan. Aku tidak
tau apa alasannya dan tentu saja sebenarnya itu tidak penting untukku. Tapi sejak
aku memutuskan untuk duduk sendirian pada kursi panjang di depan counter check
in ini, memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di depanku
lalu menuliskannya menjadi suatu hal yang mulai menarik.
Hujan masih turun dengan deras. Ambulance
yang tadi sudah tidak lagi terlihat. Petugas yang kini menjaga counter check in
sudah berganti. Aku mulai berniat untuk masuk. Sepertinya perpustakaan mulai
sepi. Aku menutup laptop dan memasukkannya ke dalam ransel marunku. Sebelum masuk,
aku menyempatkan diri membeli sebungkus sandwich dan satu kotak susu coklat
yang sepertinya cukup untuk mengganjal perutku siang ini. Aku kemudian bergegas
masuk dan naik ke lantai dua. Perhitunganku rupanya benar, kursi kursi kosong
mulai tersedia. Jam makan siang orang-orang akan keluar. Mungkin saat ini
giliran warung-warung nasi di luar sana yang akan disesaki oleh mahasiswa. Tapi
perpustakaan tidak benar-benar kosong. Masih ada orang-orang yang juga betah di
sini. Aku mengeluarkan laptopku dan membaca kembali tulisan yang sejak tadi ku
ketik ini. sambil menyesap susu coklat yang tadi ku beli aku membaca
berulang-ulang tulisan ini. Memperbaiki setiap ada ejaan yang salah, mengganti
kata atau kalimat yang kurasa tidak cocok lalu kembali melanjutkan tulisan ini.
Sebelumnya aku sudah memasang headset di
telingaku. Lagu Always nya Bon Jovi yang beberapa hari ini terus aku putar
sudah mulai terdengar di telingaku. Aku mengatur volumenya cukup keras untuk
meredam suara orang-orang yang masih ada di perpustakaan ini. Walaupun
kukatakan perpustakaan mulai sepi, tapi pengunjung-pengunjung yang masih
tersisa itu aku rasa cukup ribut mengingat tempat ini adalah perpustakaan. Aku lagi-lagi
mengetik, menulis apa saja yang bisa ku tulis. Bukankah sebelumnya sudah ku
jelaskan bahwa aku akan menulis ini setiap hari. apapun itu, penting atau tidak
aku akan tetap menuliskannya. Seperti apa yang aku tuliskan hari ini misalnya,
tentu saja ini tidak penting sama sekali untuk dibaca. Siapapun yang akan
membaca ini mungkin akan menganggap ini tidak penting sama sekali. Tapi aku
rasa, ini penting untuk di tulis. Bukan tentang apa yang aku lalui hari ini
yang penting, tapi tentang apa yang berhasil aku tulis untuk merangkum keseharianku
hari ini. Dan tulisan sepanjang seribu delapan puluh delapan kata ini berakhir
dengan merangkum kegiatanku sampai jam 14.04 hari ini.
Comments
Post a Comment