Aku bangun pagi sekali hari ini. Aku kemudian bergegas ke kamar mandi. Aku
bersiap-siap untuk pergi. Ini senin pagi, walaupun tidak ada jadwal kuliah hari
ini aku tidak ingin menghabiskan hari senin dengan hanya bermalas-malasan di
kamar kos. Sudah bosan rasanya dua hari aku menghabiskan hari libur tanpa ada
kegiatan apa-apa. Aku memacu sepeda motorku ke arah Darussalam. Perpustakaan kampus
adalah tujuanku. Sepertinya aku dapat melakukan sesuatu disana. Daripada hanya
tidur di rumah memainkan gadget, lebih baik aku duduk di perpustakaan. Di antara
orang-orang yang sibuk belajar atau mengerjakan tugas, aku mungkin juga bisa
ikut menyibukkan diri atau sok-sok sibuk dengan mengetik sesuatu di laptopku. Aku
memarkir sepeda motorku lantas begegas masuk dan naik ke lantai dua. Setelah
menemukan tempat yang pas, aku kemudian mengeluarkan laptop dari tas ku dan mulai menyibukkan diri.
Aku mulai
menggerak jari-jariku di atas tuts-tuts key board laptop. Aku mengetik apa saja
yang bisa ku ketik. Menulis semua kalimat yang muncul di kepalaku. Pokoknya,
yang penting aku harus terlihat sibuk. Sesekali, tanganku berhenti. Otakku buntu.
Aku tidak tahu lagi apa yang harus ku ketik. aku mengetuk jari-jariku pelan di
meja sambil berpikir. Setelah menemukan kalimat-kalimat yang kurasa bagus, aku
kemudian kembali menggerak-gerakkan jariku di atas key board dengan cepat. Aku tentu
akan terlihat sibuk dengan terus mengetik begini. Aku menghabiskan waktu
berjam-jam di perpustakaan. Orang-orang datang dan pergi. Kursi-kursi di
sebelahku saja sudah berganti-ganti orang yang menempatinya. perempuan pertama
yang duduk di sebelahku sibuk menulis di kertas. aku duduk di kursi paling
ujung, ada dua kursi yang kosong di sebelahku. Perempuan ini duduk satu kursi
selang dariku. Tapi kertas-kertasnya menyita seluruh meja kecuali meja tempatku
duduk. Kertas-kertasnya berserak sampai di sebelahku. Kurasa perempuan ini adalah mahasiswa semester
baru yang sedang ngebut menyelesaikan laporan praktikumnya. Dari kertas-kertas
yang ia letakkan terlalu dekat denganku, aku dapat melihat bahwa dia dari
fakultas pertanian. Aku masih mengetik saat anak itu menyelesaikan pekerjaannya.
Sebelum pergi, ia sempat minta maaf karena tak sengaja menjatuhkan tempat
pensilku saat memebereskan kertas-kertasnya dengan buru-buru. Aku hanya
tersenyum menanggapinya.
Kursi di sebelahku kosong beberapa saat sebelum
seorang perempuan berlipstik merah menyala meletakkan tas nya di sebelahku. Aku
tidak sengaja melirik ke arahnya. Aku melihat tas kulit yang menurutku terlalu
kecil untuk di pakai kuliah. Ais, aku selalu iri melihat mereka yang bisa
menenteng tas kecil yang terlihat enteng sekali untuk di bawa. Aku sering
mengeluh dengan tas besarku yang selalu terisi penuh. Tapi tas yang kecil juga
tidak cukup untuk diisi dengan semua keperluanku untuk kuliah. Setelah meletakkan tasnya yang kecil itu,
perempuan itu lantas pergi lalu kembali dengan membawa beberapa buku tebal. Sambil
terus mengetik, dengan ujung mataku yang sebenarnya fokus ke layar monitor,
perempuan di sebelahku terlihat membolak-balikkan buku yang tadi di bawanya. Belum
setengah halaman aku mengetik, perempuan tersebut sudah pergi. Ia meninggalkan beberapa
buku tebal yang di bawanya di atas meja. kursi di sebelahku kosong kembali.
Setelah
lebih dari dua halaman aku mengetik, kursi di sebelahku sekarang diisi oleh
satu orang laki-laki dan perempuan. Mereka membawa beberapa bungkus makanan
kecil. Yang laki-laki sudah duduk di kursi tengah di sebelahku saat teman
perempuannya menyuruhnya pindah ke kursi paling ujung. Laki-laki itu menurut
dan yang perempuannya sekarang duduk di sebelahku. Si perempuan mengeluarkan
laptopnya. Tapi selama mereka duduk di sana, aku rasa mereka lebih banyak mengobrol.
Mereka membuka bungkus-bungkus makanan yang mereka bawa sambil terus mengobrol.
Aku merasa terganggu sekali. perutku yang belum terisi apa-apa sejak pagi mulai
terasa lapar gara-gara melihat makanan yang mereka bawa. Belum lagi suara
mereka yang tak henti-hentinya berbicara mengganggu konsentrasiku mengetik. Kecepatan
mengetikku berkurang sejak mereka duduk di sebelahku. Aku dongkol dalam hati. Setengah
jam kemudian, terdengar suara ponsel si laki-laki berdering. Lalu dua orang
yang sepertinya berpacaran ini buru-buru pergi. Aku mengucapkan Alhamdulillah
dalam hati. Lalu kembali merasa jengkel terhadap pasangan tersebut setelah
melihat plastik-plastik pembungkus makanan dan botol minuman berserak di atas
meja. ya tuhan, bahkan sampai dua orang
itu pergi pun mereka masih bisa saja membuatku jengkel setengah mati. Aku tidak
sedikitpun berniat memindahkan sampah-sampah itu walaupun sebenarnya aku tidak
tahan melihatnya.
Tidak lama kemudian, seorang laki-laki berambut gondrong
menghampiri meja tempat ku duduk. ia meletakkan tas nya dan sebuah tabung
gambar di kursi paling ujung. Kurasa tidak ada lagi meja lain yang kosong,
sampai dia memilih duduk di meja yang penuh sampah ini. Ia kemudian mengutip
sampah-sampah yang ditinggalkan pasangan tadi lantas membuangnya. Aku harap ia
tidak berpikir bahwa itu adalah ulahku. ia kemudian kembali dan mengambil
buku-buku yang di tinggalkan wanita berlipstik merah menyala tadi lalu
memindahkannya. Ia mengosongkan meja. bahkan tas ku yang dari tadi ku letakkan
di atas meja juga di pindahkannya ke kursi tengah. Aku kaget, laki-laki yang tidak
ku kenal ini berani-beraninya memindahkan barangku padahal aku lah yang lebih
dulu duduk di meja ini. Ia kemudian meminta maaf saat aku menatapnya dengan
tatapan penuh tanda tanya dan perasaan jengkel. Ia kemudian memohon kesediaanku
untuk meletakkan barang-barang bawaan ku ke kursi tengah yang memang kosong. Aku
kemudian menuruti permintaannya setelah melihat tabung gambar yang di bawanya dan memindahkan dua buah buku yang sama sekali
tidak ku sentuh dari tadi ke atas kursi. Botol air mineral dan kotak pensil
juga ku pindahkan. Hanya telepon genggamku yang ku biarkan di atas meja.
laki-laki dengan rambut gondrong itu tidak protes. Ia kemudian tersenyum sambil
mengucapkan terima kasih. Aku tidak menjawab dan kembali melanjutkan kegiatan
mengetikku. Beberapa saat kemudian, kertas HVS ukuran A1 sudah terbuka di atas
meja. Aku berhenti mengetik dan reflek mengambil ponselku dan meletakkan kesisi
satunya. Kertas besar milik laki-laki ini kurasa
terlalu dekat denganku. Aku memperhatikan sisi meja di sebelah sana. Seharusnya
kertas besar itu tidak akan sampai sedekat ini dengan letak laptopku jika
dibentangkan dari ujung sana. Aku mulai punya firasat bahwa laki-laki ini juga
akan mengganggu konsentrasiku mengetik. Sebelum aku sempat bertanya mengapa ia tidak menarik kertasnya
agak menjauh dariku, laki-laki ini sudah mengeluarkan berbagai macam peralatan.
Ia mengeluarkan kuas berbagai ukuran, penggaris, cat air, serta
pensil warna. Aku sudah berhenti mengetik dari tadi dan mulai memperhatikan
laki-laki ini. Merasa diperhatikan, laki-laki ini melihat ke arahku. Aku salah
tingkah karena merasa ketahuan memperhatikannya. Aku kemudian berhasil
mengendalikan diri dan mulai bertanya apa tidak ada tempat lain yang bisa di
pakai untuk menggambar. Kenapa harus di perpustakaan. Aku rasa kegiatan
menggambar menggunakan kertas sebesar itu cukup menggangu pengunjung lain
perpustakaan. Laki-laki ini menjawab pertanyaanku. Aku kemudian dapat memaklumi
alasannya lalu kembali beralih ke laptopku.
Aku kembali mengetik. kalimat demi
kalimat terus bermunculan di otakku. Aku kini mengetik dengan sangat cepat. Sesekali
aku meregangkan otot-otot tanganku lalu kembali mengetik. laki-laki di sebelahku
sibuk dengan rol, pensil dan kertasnya. Sesekali aku melirik ke arah kertas
besarnya, terlihat banyak sekali garis-garis lurus yang di coretnya dengan
pesil. Aku mengetik lagi, melirik beberapa kali. Garis-garis di kertas besar
itu mulai membentuk satu gambar yang menurutku cukup bagus. Anak ini pasti dari
jurusan arsitek. Tidak salah lagi. Ia membuat sebuah gambar desain gedung. Begitu
pikirku.aku kemudian berkali-kali melirik ke arahnya. lalu aku berhenti mengetik. bukan untuk
melirik ke arah kertas besarnya, kali ini aku malah menepuk jidatku. Hey, apa
yang membuatku jadi terus melirik-lirik
ke arah laki-laki yang bahkan tidak aku kenal ini. Laki-laki itu menoleh ke
arahku. Ia sepertinya terkejut melihat aku menepuk jidatku barusan. Aku tidak
peduli dengan tatapannya dan kembali menatap monitor laltopku. Aku melihat ia
tersenyum sebelum aku mengalihkan pandanganku ke layar monitor. Aku baru saja
akan menekan kembali tuts tuts key board. Tapi tanganku terhenti. Aku bahkan
tidak tahu apa yang harus ku ketik sekarang. Otak ku sepertinya sudah mulai
kehabisan kata-kata, setelah ku periksa ternya benar. Aku sudah mengetik enam
belas halaman lebih. Aku belum pernah menulis sepanjang ini dalam sekali duduk.
aku melihat jam di pergelangan tanganku. Rupanya sudah empat jam lebih aku
duduk mentap laptop. Pantas saja sekarang otak ku sudah kehabisan kata-kata. Aku
mengambil botol air mineral yang ku bawa tadi dan menenggak isinya. Aku menjauhkan
laptop dan menopang kepala dengan tanganku sambil menatap laptop. Aku tidak
sedang membaca. Aku hanya melihat lurus ke depan sambil memikirkan apa lagi
yang bisa ku tulis. Aku belum ingin pulang. Aku masih ingin berada di
perpustakaan. Tapi aku tidak ingin hanya duduk disini tanpa kelihatan sibuk. “sudah
kehabisan ide untuk menulis?” sebuah suara membuyarkan lamunanku. Tentu saja
suara itu berasal dar laki-laki di sebelahku. Aku mengangkat kepalaku dan
melihat ke arahnya. Ia sudah berhenti menggambar dan duduk di kursinya sambil
melihat ke arahku. Aku hanya terenyum. Dan kemudain balik bertanya padanya “Kau
sendiri? Sudah kehabisan ide untuk menggambar?” “aku tidak pernah kehabisan ide”,
laki-laki itu menjawab sambil tersenyum. Aku juga ikut tersenyum mendengar
jawabannya. Aku kemudian beralih ke arah telepon genggam ku dan mulai
memainkannya. Ku kira percakapan kami hanya akan sampai disitu saja. Tapi rupanya
tidak. Ia kembali membuka percakapan yang kemudian terus berlanjut sampai ia
menyelesaikan gambarnya. Sebuah gambar gedung yang indah terlihat tergambar
dengan rapi di atas kertas yang tadinya kosong. Katanya, itu adalah tugas
kuliah yang akan diserahkan sore nanti. Aku mengangguk-anggukkan kepala
mendengar penjelasannya. Ia kemudian mulai menyakan perihal tulisan yang tadi
ku ketik tanpa henti. Aku menjawab pertanyaannya. Ia meminta untuk membaca
tulisanku. Aku tidak menolak. Aku menyodorkan laptopku dan mempersilakannya
membaca tulisanku. Ia begitu serius. Sesekali ia mengomentari tulisanku. Setelah
selesai, ia mengeluarkan beberapa lembar HVS dari dalam tas nya. Katanya ia
akan membuatkan ilustrasi untuk cerita-cerita yang kutulis barusan. Aku mulai
merasa seperti Kugy yang menemukan Keenan seperti dalam novel Perahu Kertas nya
Dee. Aku memperhatikan ia menggambar. Ia menggambar sambil kembali membaca
tulisanku berulang-ulang. Setelah tiga gambar ia selesaikan, ia berhenti dan
mengatakan ia bosan. Aku kecewa. Ku katakan bahwa aku telah salah mengira bahwa
aku sudah menemukan Keenan dan merasa aku seperti Kugy. Ia tertawa mendengarku.
Ia lalu menawarkan untuk melukis wajahku. Aku senang sekali, belum pernah ada
yang melukis wajahku sebelumnya. Aku memperbaiki posisi dudukku menghadap
kearahnya. Aku biarkan ia berkali-kali menatap wajahku. Kurasa aku sudah
menjadi wanita paling narsis saat ini. Ia terus menggambar sambil menutupi
kertas yang ia gunakan untuk menggambar. Setengah jam kemudian ia
memperlihatkan hasil gambarnya padaku. Percuma saja aku duduk manis sambil
tersenyum selama setengah jam, ia bahkan tidak menggambar sesuai dengan
posisiku. Aku merengut sebal. Ia nyengir memperlihatkan sederet giginya yang
rapi. Tapi setelah kuperhatikan, rupanya isi gambarnya adalah seorang perempuan
yang terlihat sedang fokus mengetik dengan laptopnya. Aku langsung tersenyum setelah
menyadari bahwa itu aku. Laki-laki itu ikut tersenyum. Ia membiarkanku
menyimpan gambar-gambarnya itu. Aku senyum-senyum sambil terus memperhatikan
lukisannya. Aku menyadari bahwa ia sedang memperhatikanku sekarang. Tiba-tiba
aku jadi tidak berani mengangkat kepalaku. Aku tidak berani melihat ke arahnya.
Pipiku mulai memanas. Ya tuhan, bagaimana bisa aku ditaklukkan oleh laki-laki
yang bahkan belum ku ketahui namanya itu hanya dengan gambar-gambar ini. Aku mengutuk
diriku dalam hati. Suara alarm di telepon genggamnya kemudian mencairkan
situasi di antara kami yang sempat canggung. Ia mulai membereskan semua barang
bawaannya dengan buru-buru. Tanpa perlu ku tanyai ia menjelaskan bahwa ia harus
segera menjumpai dosennya untuk menyerahkan tugas gambar yang baru saja ia
selesaikan tadi. Aku mengangguk. Dalam hatiku, aku merasa sedikit kecewa. Ia kemudian
tersenyum dan pamit sebelum kemudian pergi. Aku membalas senyumnya dan
mengucapkan terima kasih untuk gambarnya. Baru lima langkah ia berjalan, ia
kemudian berbalik ke arahku. Aku masih melihat ke arahnya. Ia tersenyum lagi
sambil berkata “sampai berjumpa lagi, Kugy”. Aku tertawa mendengarnya. Aku juga
akhirnya pulang setelah laki-laki tadi pergi. Sebenarnya kalau bukan karena
laki-laki itu, aku sudah beranjak dari tadi.
Esok harinya, aku kembali mengunjungi perpustakaan. Aku berharap kembali
bertemu dengan Keenan. Iya, laki-laki yang ku jumpai kemarin. Aku lupa
menanyakan namanya. Maka kuputuskan untuk menamainya Keenan. Tapi Keenan tidak
muncul hari ini. Aku kembali mengunjungi perpustakaan keesokan harinya, Keenan
tidak juga datang. aku kembali lagi ke perpustakaan besoknya lagi, Keenan tidak
juga menampakkan batang hidungnya. Aku mulai mengunjungi perpustakaan setiap
hari, tapi Keenan tidak pernah muncul lagi.
Comments
Post a Comment