Selamat malam, Malam. Apa kabarmu malam ini? Aku tak menemukan satu pun
bintang berkedip. Sedang sedihkah engkau? Ceritakan padaku apa yang membuatmu
berduka? Tentu saja aku tak akan keberatan mendengar keluh kesahmu. Bukankah
selama ini kau selalu bersedia mendengarku? Lalu bagaimana mungkin aku sampai
hati mengabaikanmu apalagi saat kau sedang terluka seperti ini. Ceritakan
padaku wahai Malam. Aku bersedia duduk diam mendengarkanmu. Aku tak akan
menyela seperti saat kau sedang bercerita biasanya. Bahkan aku tidak akan
keberatan jika kau sampai menangis lalu hujan akan mengguyur tempatku.
Percayalah, aku tidak akan keberatan. Kau tahu sendiri bukan bagaimana aku
selalu menyukai hujan yang kau guyurkan ke bumi. Hei, tapi itu bukan berarti
aku juga senang melihat kau bersedih. Tidak, tentu saja tidak. Aku hanya
menyukai hujan, itu saja. Walaupun saat hujan turun berarti kau sedang berduka.
Tapi harus bagaimana lagi. Seandainya saja hujan tidak ada sangkut pautnya
dengan suasana hatimu, tentu itu akan lebih menyenangkan bukan?
Sudahlah, Malam. Tak perlu meributkan tentang apa yang aku suka tau
tidak. Tidak akan selesai jika kita terus meributkan hal itu. Kita berada pada
tempat yang berbeda, tentu wajar saja jika apa yang menarik bagiku tidak ada
apa apa nya bagimu. Kita dapat saling membagi keluh kesah saja sudah lebih dari
cukup mengingat perbedaan dan jarak yang terbentang di antara kita. Iya, bagiku
itu saja sudah cukup. Aku, akan selalu dengan senang hati bersedia
mendengarkanmu bercerita. Tentang apapun itu. Aku tak akan pernah menolak
mendengarmu. Sama seperti kau yang juga selalu bersedia mendengarku. Tentang
apapun yang mengganjal dalam pikiranku, denganmu aku selalu saja berhasil
menemukan solusinya. Tentu saja bukan kau yang memberiku masukan-masukan atas
masalah-masalahku. Kau tahu? Kau tidak sehebat itu dalam menasihati orang.
Hanya saja aku sendiri yang selalu berhasil menemukan ide-ide cerdas setiap aku
bercerita padamu. Kau tidak perlu menjawab apa-apa. Aku tahu masalah akan
tambah kacau jika aku menuruti nasihatmu. Kau hanya perlu diam mendengarku.
Lalu aku, selesai aku melepaskan semua kesal, marah, sedih atau apapun itu,
setelah kau dengarkan semua luapan emosiku, dengan sendirinya aku dapat
menasihati diriku sendiri, menemukan jalan keluar untuk semua hal yang
mengganjal dalam hati atau otakku. Selalu begitu.
Kau hanya perlu diam mendengarku, Malam. Dan hebatnya, kau selalu bisa
melakukan itu. Kau selalu sabar mendengar tanpa menyela satu patah kata pun
sampai aku memintamu untuk bicara. Aku heran bagaimana kau bisa sesabar itu,
aku bahkan tidak pernah bisa menahan apa yang ingin aku sampaikan saat kau
sendiri sedang serius bercerita bahkan setelah kau peringatkan aku untuk hanya
diam. Aku tidak pernah bisa sesabar engkau. Aku selalu bertanya-tanya dalam
hatiku. Tentu saja aku hanya menanyakannya pada diriku sendiri. Aku tidak
pernah menanyakannya padamu, aku khawatir jika setelah itu kau akan berubah
pikiran dan tidak lagi mau mendengarku seperti yang kau lakukan biasanya.
Lalu bagaimana denganmu? Bukankah bercerita padaku juga menyenangkan
bagimu? Bukankah kau akan selalu terhibur setelah bercerita padaku? Atau
haruskah aku hanya diam mendengarkan seperti yang biasanya kau lakukan juga?
Katakan padaku, Malam. Aku akan melakukannya untukmu. Katakan apa yang harus
aku lakukan agar kau mau membagi kesedihanmu padaku saat ini. Jangan hanya
diam. Aku memintamu untuk bicara. Jangan terlalu lama bersedih. Jangan bersikap
seolah kau sungkan bercerita padaku, karena itu juga akan membuatku segan berbicara
padamu. Ayolah, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan. Kau tahu aku
membutuhkanmu. Katakan padaku, katakan apa yang sedang berkecamuk dipikiranmu?
Kau tahu bagaimana aku selalu berhasil menemukan ide-ide hebat untuk banyak
masalah bukan? baik itu masalahku sendiri atau masalahmu. Jadi jangan ragu
untuk menceritakannya padaku. Aku menawarkan diriku, telingaku bahkan hati dan
pikiranku untuk ikut merasakan kegelisahanmu. Aku akan mencari semua cara dan
mengerahkan semua kemampuanku untuk membantu menyelesaikan permasalahanmu.
Apapun itu, aku yakin aku bisa membantumu.
Tapi, Malam. Aku menyerah jika itu menyangkut perasaan. Kau tahu aku
sendiri tidak pernah becus mengurus perasaanku. Aku sendiri bingung bagaimana
mengurus hatiku. Lalu bagaimana mungkin kau percayakan aku untuk meluruskan
malasah hatimu. Aku, aku sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkan
oleh hatiku. Aku tidak pernah tahu mengapa selalu saja apa yang ia inginkan
tidak pernah sejalan dengan otakku. Aku tidak tahu bagaimana cara ia berpikir,
aku tidak tahu bagaimana ia dengan berani-beraninya menginginkan apa yang
jelas-jelas tidak dapat aku miliki. Aku tidak pernah bisa mengertikannya. Aku
tidak mengerti bagaimana mungkin ia bisa tidak percaya padaku, bagaimana
keinginannya selalu melawan kenyataan. Aku tidak mengerti. Bahkan setelah
kuperingatkan berkali-kali, bahkan setelah ia saksikan sendiri bahwa tidak akan
pernah mungkin ia mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan setelah berkali-kali
ia merasa terluka, tapi tidak sekalipun ia menyerah dengan keinginannya. Dan
berkali-kali juga ia membohongiku, ia katakan padaku bahwa ia sudah berhenti,
ia katakan bahwa ia sudah menyerah. Tapi bagaimana aku bisa percaya. Aku selalu
bisa merasakan hatiku berdegup tak karuan setiap aku melihat apa yang
diingikannya. Setiap otakku memintanya untuk berhenti, ia selalu mengiyakannya.
Tapi tetap saja lagi-lagi aku harus merasakan bagaimana cemasnya hatiku,
bagaimana terlukanya ia setiap logikaku menasihatinya dan ia menyadari
kebenarannya. Kau tahu bukan bagaimana aku tidak pernah berhasil menyelesaikan
masalah yang satu ini. Bahkan setelah sekian lamanya aku tetap tidak pernah
bisa menyelesaikannya.
Jadi malam, aku harap kau tidak ikut merasakan hal yang sama. Sungguh,
jangan sampai kau ikut merasakannya. Karena saat apa yang dirasakan hati dan
logikamu saling bertolakbelakang, percayalah kau merasa seperti akan gila
memikirkannya. Kau tidak tahu mana yang harus kau ikuti. Kau tahu logika
pikiranmu benar, tapi kau tidak bisa berdalih bahwa hatimu menolak kenyataan
itu. Kau tidak bisa membohongi dirimu sendiri bahwa kau juga ingin mengikuti
kata hatimu. Seberapapun menyakitkannya itu, kau tetap ingin mempercayainya. Dan
seberapapun kuatnya logika pikiranmu menolaknya dan memintanya untuk berhenti,
tapi kau sendiri ingin mempertahankannya. Bukankah itu terlalu membingungkan?
Ah, malam. Padahal aku ingin mendengar ceritamu. Lalu mengapa malah aku
yang akhirnya bercerita. Menceritakan hal yang sama untuk yang ke sekian
kalinya. Aku tidak tahu apa kau bosan mendengarnya atau tidak. Karena aku
sendiri sebenarnya sudah bosan menceritakannya. Baiklah, Malam. Tak apa jika kau belum siap
menceritakannya. Mungkin memang belum saatnya kau memberitahuku. Esok lusa,
jika kau merasa sudah siap untuk membicarakannya, datanglah. Kau tahu aku
selalu bersedia mendengarmu bukan?
Malam
Hujan
turun
Dingin
sekali
Tapi
tak apa, aku sudah menyiapkan selimut yang tebal
Untukku
tidur malam ini
Ah,
tidak tidak. Aku tidak akan tidur
Aku
tidak bisa tidur
Aku
akan menemanimu, Malam
Menunggu
pagi datang
Comments
Post a Comment