Ada satu komunitas yang menarik perhatian sejak pertama kali saya
mendengarnya. Turun Tangan Aceh (TuTA). Komunitas para relawan, para pejuang.
Ah, relawan. Sesuatu yang sangat saya kagumi selain penulis. Saya baru
mengetahui keberadaan komunitas tersebut pada akhir april 2015 lalu, setelah
menerima sebuah pesan yang dikirimkan teman kampus saya yang ternyata juga
bagian dari komunitas ini. Berawal dari pesan itu, saya mulai mencari cari tau
tentang mereka. Ngestalk instagramnya, lihat foto yang sama
berulang-ulang dengan tekad saya harus menjadi bagian dari komunitas ini.
Keinginan tersebut berlanjut dengan langkah saya menghubungi koordinator nya,
tanya tanya tentang bagaimana caranya agar saya juga bisa bergabung dengan
mereka. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, saya memutuskan untuk menunda
dulu niat saya bergabung dengan mereka, saya menunggu setelah kegiatan perayaan
hardiknas yang akan dilaksanakan TuTa di pedalaman lhong, Aceh besar selesai.
3 Mei 2015, satu hari setelah perayaan hari pendidikan nasional dan kebetulan
masih libur, saya bersama teman-teman kampus berangkat ke Hidden Beach atau
teluk Jantang, Lhong, Aceh Besar. Sebuah tempat wisata yang sedang marak
dibicarakan dikalangan anak muda Banda Aceh. Sesampainya disana, saya bertemu
dengan sebuah rombongan yang pertama saya kira adalah rombongan kampus yang
mungkin sedang ospek. Tapi mana mungkin ospek diadakan pada akhir semester.
Baru setalah melihat spanduk yang mereka bawa dan kaos yang mereka kenakan,
saya tau bahwa mereka adalah rombongan dari Turun Tangan Aceh yang baru selesai
melaksanakan perayaan hari pendidikan nasional di pedalaman Lhong, Aceh Besar.
TuTA yang sudah saya gali gali informasi tentangnya dan akhirnya bisa bertemu
langsung tanpa disengaja, saya merasa seperti telah berjodoh dengan TuTA. Saya
langsung bisa mengenali wajah bang Rahmad, koordintor TuTA pada saat itu yang
sudah saya hubungi beberapa waktu lalu. Bang Rahmad terlihat sedang mengabsen
anggota lainnya satu per satu. Dari situ, tekad itu kembali tumbuh. Sesuatu
dalam hati saya seperti mendesak untuk menyapa bang Rahmad dan kembali
menanyakan tentang TuTA itu sendiri, tapi urung saya lakukan. Lalu pada
saat pendakian tebing atau bukit yang menyembunyikan pantai yang disebut hidden
beach itu, saya merasa ada kesempatan untuk berbicara dengan salah satu relawan
TuTA yang kelak saya ketahui bernama Bang Zacky. Pada bang Zacky saya kembali
bertanya tentang hal yang sebenarnya sudah pernah saya tanyakan pada bang
Rahmad, bagaimana saya bisa bergabung denga TuTA. Bukan karena saya tidak
kreatif membuat pertanyaan, tapi itulah pertanyaan yang sedang berputar-putar
di kepala saya, sesuatu yang sangat ingin saya lakukan saat itu, bergabung
dengan TuTA, menjadi relawan, menjadi pejuang.
Beberapa hari setelah bertemu TuTA tanpa sengaja, saya kembali menghubungi bang
Rahmad, meminta agar saya diajak pada kegiatan selanjutnya. Bang Rahmad
menepati janjinya, beberapa hari kemudian saya diajak untuk ikut dalam rapat
serta temu dengan salah satu pengajar muda Indonesia Mengajar yang sedang di
Aceh, itulah pertama kalinya saya ikut bergabung dengan TuTA. Berjumpa dengan
orang-oorang hebat, relawan dan pejuang yang saya kagumi. Lalu pada setiap
kegiatan TuTA selanjutnya saya selalu diajak walaupun sering juga saya tidak
bisa ikut hadir. Alasannya macam-macam. Mulai dari alasan kuliah, mengerjakan
tugas yang menumpuk. Bahkan pernah juga saya mencari-cari alasan. Kenapa?
Jawabannya karena diri saya sendiri. Saya tidak pandai membawa diri. Saya
sedikit susah untuk bisa dekat dengan orang-orang baru yang belum saya kenal
sebelumnya. Itulah sebabnya saya sering menolak ajakan untuk ikut serta pada
kegiatan TuTA padahal sebelumnya saya sudah bertekad untuk bergabung dengannya.
Sampai akhirnya saya mengenal salah satu relawan Tuta yang seumuran dan juga
seleting dengan saya. Halimatun Husna. Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris, UIN ar-raniry. Karena anak inilah saya akhirnya mulai
sering ikut serta pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan TuTA. Salah satunya
kegiatan Turun Tangan mengajar 2 yang dilaksanakan di SD Rumpet, Aceh Besar.
Saya seperti menemukan teman yang mengajari saya yang belum berepengalaman
sedikutpun. Apalagi dalam hal mengajar. Maka dari mereka-mereka lah saya
akhirnya belajar. Kalau masalah berurusan dengan anak kecil, saya yakin dengan
segenap hati dan tidak ada keraguan sedikitpun, kenapa ? karena saya sudah
terbiasa dengan belasan keponakan saya. Tapi urusan mengajar? Saya benar-benar
khawatir. Saya pernah menyerah saat tes menjadi tentor pada sebuah lembaga
bimbingan belajar padahal sudah lulus tahap seleksi dan kesempatan sudah di
depan mata karena urusan ini. Mengajar. Maka dari itu, lagi-lagi saya terkagum-kagum
dengan relawan-relawan ini. Setiap dari mereka seperti punya kemampuan dan
kelebihan masing-masing yang saya tidak punya. Sementara saya? Apa yang bisa
saya banggakan dari diri saya? Tidak ada kemampuan dan kelebihan yang patut
saya banggakan. Saya hanya seorang mahasiswa yang kegiatan sehari-hari saya
hanya kuliah dan itu-itu saja. Tidak ada sesuatu yang menarik dalam keseharian
saya. Saya benar-benar telah menghabiskan dua tahun masa kuliah saya dengan
sia-sia. Saya menyesal karena terlambat mengenal turun tangan.
Dan setelah berbagai kegiatan yang sudah saya ikuti bersama Tuta. Saya
benar-benar tidak lagi ingin lepas darinya. Saya benar-benar telah jatuh cinta
denga Tuta. Walaupun saya jarang aktif di obrolan, rapat atau semacamnya.
percayalah saya benar-benar telah jatuh cinta dengan TuTA. Mencintai tanpa
banyak bicara. Mencintai dengan diam-diam. Jangan khawatir, saya sudah terbiasa
mencintai secara diam-diam. Saya ingin melakukan banyak hal bersama TuTA
walaupun dengan berbagai keterbatasan yang saya miliki. Saya seperti
terinspirasi untuk menjadi pribadi yang hebat seperti teman-teman relawan
lainnya. Berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan TuTa terus
menginspirasi saya. Dan saat saya merasa jenuh dengan keseharian saya, saat
saya merasa ingin menyerah, lagi-lagi semangat orang-orang ini menjadi salah
satu alasan saya untuk kembali bangkit. Semakin saya mengenal orang-orang ini,
semakin saya jatuh cinta dengan mereka.
Hari ini, genap dua tahun umur komunitas para pejuang ini. Genap dua tahun ia
menampung orang-orang baik. Orang-orang baik yang tidak hanya diam dan
mendiamkan. Tapi mereka yang mau berbuat, mereka yang mau turun tangan
melakukan aksi nyata. Sekecil apapun itu, bukankah tetap lebih baik
dibandingkan hanya diam? Maka dari itu, saya ingin terus menjadi bagian dari
mereka, menjadi bagian dari orang baik yang mau berbuat baik. Dan itu sudah
menjadi salah satu poin dalam daftar wishlist saya. tetap
menjadi bagian dari turun tangan tanpa ada sedikitpun keinginan untuk berhenti.
Dan untuk turun tangan aceh, saya ucapkan selamat ulang tahun. Terus
menginspirasi. Terus menjadi rumah bagi orang-orang baik yang penuh motivasi,
dan tetap menjadi tempat yang tepat bagi orang-orang yang ingin belajar seperti
saya. semoga panjang umur, semoga setiap generasi anak muda di Aceh dapat
mengenal dan berkesempatan menjadi bagian dari keluarga besar ini. Selamat
ulang tahun turun tangan Aceh. Semoga dengan bertambahnya umur, maka bertambah
pula daftar kebaikan dan peran positif yang dapat kita lakukan untuk Aceh.
Untuk Indonesia. Untuk melunasi janji-janji kemerdekaan. :)
3 Mei 2015, satu hari setelah perayaan hari pendidikan nasional dan kebetulan masih libur, saya bersama teman-teman kampus berangkat ke Hidden Beach atau teluk Jantang, Lhong, Aceh Besar. Sebuah tempat wisata yang sedang marak dibicarakan dikalangan anak muda Banda Aceh. Sesampainya disana, saya bertemu dengan sebuah rombongan yang pertama saya kira adalah rombongan kampus yang mungkin sedang ospek. Tapi mana mungkin ospek diadakan pada akhir semester. Baru setalah melihat spanduk yang mereka bawa dan kaos yang mereka kenakan, saya tau bahwa mereka adalah rombongan dari Turun Tangan Aceh yang baru selesai melaksanakan perayaan hari pendidikan nasional di pedalaman Lhong, Aceh Besar. TuTA yang sudah saya gali gali informasi tentangnya dan akhirnya bisa bertemu langsung tanpa disengaja, saya merasa seperti telah berjodoh dengan TuTA. Saya langsung bisa mengenali wajah bang Rahmad, koordintor TuTA pada saat itu yang sudah saya hubungi beberapa waktu lalu. Bang Rahmad terlihat sedang mengabsen anggota lainnya satu per satu. Dari situ, tekad itu kembali tumbuh. Sesuatu dalam hati saya seperti mendesak untuk menyapa bang Rahmad dan kembali menanyakan tentang TuTA itu sendiri, tapi urung saya lakukan. Lalu pada saat pendakian tebing atau bukit yang menyembunyikan pantai yang disebut hidden beach itu, saya merasa ada kesempatan untuk berbicara dengan salah satu relawan TuTA yang kelak saya ketahui bernama Bang Zacky. Pada bang Zacky saya kembali bertanya tentang hal yang sebenarnya sudah pernah saya tanyakan pada bang Rahmad, bagaimana saya bisa bergabung denga TuTA. Bukan karena saya tidak kreatif membuat pertanyaan, tapi itulah pertanyaan yang sedang berputar-putar di kepala saya, sesuatu yang sangat ingin saya lakukan saat itu, bergabung dengan TuTA, menjadi relawan, menjadi pejuang.
Beberapa hari setelah bertemu TuTA tanpa sengaja, saya kembali menghubungi bang Rahmad, meminta agar saya diajak pada kegiatan selanjutnya. Bang Rahmad menepati janjinya, beberapa hari kemudian saya diajak untuk ikut dalam rapat serta temu dengan salah satu pengajar muda Indonesia Mengajar yang sedang di Aceh, itulah pertama kalinya saya ikut bergabung dengan TuTA. Berjumpa dengan orang-oorang hebat, relawan dan pejuang yang saya kagumi. Lalu pada setiap kegiatan TuTA selanjutnya saya selalu diajak walaupun sering juga saya tidak bisa ikut hadir. Alasannya macam-macam. Mulai dari alasan kuliah, mengerjakan tugas yang menumpuk. Bahkan pernah juga saya mencari-cari alasan. Kenapa? Jawabannya karena diri saya sendiri. Saya tidak pandai membawa diri. Saya sedikit susah untuk bisa dekat dengan orang-orang baru yang belum saya kenal sebelumnya. Itulah sebabnya saya sering menolak ajakan untuk ikut serta pada kegiatan TuTA padahal sebelumnya saya sudah bertekad untuk bergabung dengannya.
Sampai akhirnya saya mengenal salah satu relawan Tuta yang seumuran dan juga seleting dengan saya. Halimatun Husna. Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UIN ar-raniry. Karena anak inilah saya akhirnya mulai sering ikut serta pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan TuTA. Salah satunya kegiatan Turun Tangan mengajar 2 yang dilaksanakan di SD Rumpet, Aceh Besar. Saya seperti menemukan teman yang mengajari saya yang belum berepengalaman sedikutpun. Apalagi dalam hal mengajar. Maka dari mereka-mereka lah saya akhirnya belajar. Kalau masalah berurusan dengan anak kecil, saya yakin dengan segenap hati dan tidak ada keraguan sedikitpun, kenapa ? karena saya sudah terbiasa dengan belasan keponakan saya. Tapi urusan mengajar? Saya benar-benar khawatir. Saya pernah menyerah saat tes menjadi tentor pada sebuah lembaga bimbingan belajar padahal sudah lulus tahap seleksi dan kesempatan sudah di depan mata karena urusan ini. Mengajar. Maka dari itu, lagi-lagi saya terkagum-kagum dengan relawan-relawan ini. Setiap dari mereka seperti punya kemampuan dan kelebihan masing-masing yang saya tidak punya. Sementara saya? Apa yang bisa saya banggakan dari diri saya? Tidak ada kemampuan dan kelebihan yang patut saya banggakan. Saya hanya seorang mahasiswa yang kegiatan sehari-hari saya hanya kuliah dan itu-itu saja. Tidak ada sesuatu yang menarik dalam keseharian saya. Saya benar-benar telah menghabiskan dua tahun masa kuliah saya dengan sia-sia. Saya menyesal karena terlambat mengenal turun tangan.
Dan setelah berbagai kegiatan yang sudah saya ikuti bersama Tuta. Saya benar-benar tidak lagi ingin lepas darinya. Saya benar-benar telah jatuh cinta denga Tuta. Walaupun saya jarang aktif di obrolan, rapat atau semacamnya. percayalah saya benar-benar telah jatuh cinta dengan TuTA. Mencintai tanpa banyak bicara. Mencintai dengan diam-diam. Jangan khawatir, saya sudah terbiasa mencintai secara diam-diam. Saya ingin melakukan banyak hal bersama TuTA walaupun dengan berbagai keterbatasan yang saya miliki. Saya seperti terinspirasi untuk menjadi pribadi yang hebat seperti teman-teman relawan lainnya. Berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan TuTa terus menginspirasi saya. Dan saat saya merasa jenuh dengan keseharian saya, saat saya merasa ingin menyerah, lagi-lagi semangat orang-orang ini menjadi salah satu alasan saya untuk kembali bangkit. Semakin saya mengenal orang-orang ini, semakin saya jatuh cinta dengan mereka.
Hari ini, genap dua tahun umur komunitas para pejuang ini. Genap dua tahun ia menampung orang-orang baik. Orang-orang baik yang tidak hanya diam dan mendiamkan. Tapi mereka yang mau berbuat, mereka yang mau turun tangan melakukan aksi nyata. Sekecil apapun itu, bukankah tetap lebih baik dibandingkan hanya diam? Maka dari itu, saya ingin terus menjadi bagian dari mereka, menjadi bagian dari orang baik yang mau berbuat baik. Dan itu sudah menjadi salah satu poin dalam daftar wishlist saya. tetap menjadi bagian dari turun tangan tanpa ada sedikitpun keinginan untuk berhenti.
Dan untuk turun tangan aceh, saya ucapkan selamat ulang tahun. Terus menginspirasi. Terus menjadi rumah bagi orang-orang baik yang penuh motivasi, dan tetap menjadi tempat yang tepat bagi orang-orang yang ingin belajar seperti saya. semoga panjang umur, semoga setiap generasi anak muda di Aceh dapat mengenal dan berkesempatan menjadi bagian dari keluarga besar ini. Selamat ulang tahun turun tangan Aceh. Semoga dengan bertambahnya umur, maka bertambah pula daftar kebaikan dan peran positif yang dapat kita lakukan untuk Aceh. Untuk Indonesia. Untuk melunasi janji-janji kemerdekaan. :)
Comments
Post a Comment