Ada satu komunitas yang menarik perhatian sejak pertama kali saya mendengarnya. Turun Tangan Aceh (TuTA). Komunitas para relawan, para pejuang. Ah, relawan. Sesuatu yang sangat saya kagumi selain penulis. Saya baru mengetahui keberadaan komunitas tersebut pada akhir april 2015 lalu, setelah menerima sebuah pesan yang dikirimkan teman kampus saya yang ternyata juga bagian dari komunitas ini. Berawal dari pesan itu, saya mulai mencari cari tau tentang mereka. Ngestalk instagramnya, lihat foto yang sama berulang-ulang dengan tekad saya harus menjadi bagian dari komunitas ini. Keinginan tersebut berlanjut dengan langkah saya menghubungi koordinator nya, tanya tanya tentang bagaimana caranya agar saya juga bisa bergabung dengan mereka. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, saya memutuskan untuk menunda dulu niat saya bergabung dengan mereka, saya menunggu setelah kegiatan perayaan hardiknas yang akan dilaksanakan TuTa di pedalaman lhong, Aceh besar selesai. 3 Mei 2015, sa...