Skip to main content

sebut saja ini cerita di akhir november yang hujan.


Lalu haruskah kita memepercayai seseorang yang mengatakan bahwa ia menyukai kita padahal satu kali pun ia belum pernah melihat diri kita? Tidak, tidak. Memang belum pernah dia katakan bahwa dia menyukai kita. Tapi dari sikap dan cara nya menghubungi kita, kita tau bahwa dia ingin mendekati kita. Haruskah kita mempercayainya ? haruskah kita membuka hati untuk seseorang yang tertarik pada kita hanya dengan melihat kita dalam selembar foto? Oh ayolah, kita sama sama tau bukan bahwa bagaimana bisa saja foto yang dilihat orang tidak sesuai dengan wajah asli kita. Kita sama sama tau bagaimana canggihnya aplikasi foto zaman sekarang. Walaupun kita memang tidak suka menggunakannya, tapi tetap saja alasan yang mengatakan bahwa ia tertarik setelah melihat kita dalam selembar foto tidak dapat kita terima.

Kita tetap menutup diri kita. Menutup rapat-rapat hati kita. Bukan apa-apa. Kita hanya tidak ingin salah berharap. Kita hanya tidak ingin mengharapkan orang yang menawarkan hatinya untuk kita padahal ia belum mengenal kita seutuhnya, lalu nantinya dia akan menarik diri setelah dia mengetahui bagaimana diri kita yang sebenarnya. Bukankah itu lebih dapat melukai hati kita? Bukankah itu lebih dapat menyakiti kita? Sekalipun kita tidak pernah mengharapkannya, sekalipun kita tidak pernah menaruh hati padanya bukankah akan tetap menyakitkan saat orang yang pada awalnya mendekati kita lalu menjauh setelah mengenal diri kita yang sesungguhnya. Maka karena alasan itulah kita berkali-kali menolak ajakannya untuk bertemu. Kita memang belum mengetahui bagaimana sebenarnya dirinya, kita belum mengenalnya. Tapi entah karena alasan apa kita merasa yakin bahwa keinginannya untuk bertemu  adalah untuk memastikan bagaimana diri kita yang sebenarnya. Entah karena alasan apa kita menganggap bahwa keinginannya untuk bertemu adalah untuk memastikan apakah kita memang benar-benar seperti foto yang pernah dilihatnya. Kita tidak memberinya kesempatan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu. Kita tidak percaya diri. Sama sekali tidak percaya diri. Kita yakin sekali bahwa ia hanya menyukai kita dari foto yang dilihatnya. Kita tidak memberinya kesempatan untuk membuktikan bahwa ia benar-benar tertarik dengan diri kita yang sebenarnya. Karena bagi kita, pembuktian yang mungkin sedikit dapat membuat kita percaya adalah dengan tetap bertahan setelah kita panjang lebar menceritakan tentang diri kita. Memilih tetap bertahan setelah kita memintanya untuk berhenti. Bukan langsung berhenti setelah kita menjelaskan kekhawatiran kita tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Bagi kita, pembuktian yang mungkin dapat membuat kita percaya adalah dengan meyakinkan kita bahwa apa yang kita khawatirkan itu tidak akan terjadi. Bahwa bagaimana seharusnya ia meyakinkan kita untuk dapat mempercayainya. 

Maka ketika ia memilih untuk berhenti seperti yang kita inginkan, dengan sendirinya kita merasa puas dengan keputusan yang telah kita buat. Kita benar-benar merasa yakin apa yang kita khawatirkan akan terjadi jika kita tetap meneruskannya. Dalam pandangan kita, kita merasa bahwa ia juga khawatir jika pada kenyataannya kita tidak seperti yang ia pikirkan. Kita merasa yakin bahwa karena alasan itulah ia akhirnya memilih untuk berhenti.

Entahlah, sulit sekali rasanya untuk dapat percaya, sulit sekali untuk merasa yakin. Kita hanya mempercayai orang yang berani mengatakan bahwa ia menyukai kita setelah ia tau semua kelemahan dan kekurangan kita. Hanya pengakuan yang seperti itulah yang dapat membuat kita percaya, yang dapat membuat kita yakin. Bukan karena menganggap diri kita terlalu baik, tapi justru karena kita merasa bukan apa-apa lah kita akhirnya menjadi seperti ini. Menjadi seseorang yang tidak dapat percaya dengan mudah. Dan tidak dapat jatuh cinta dengan mudah. Iya. Seperti itulah diri kita. 

Comments

  1. woooaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa daebak yakin deh, ini pasti pengalaman pribadi ya kan kak? sedetai detailnyaa...sapu bersih

    ReplyDelete

Post a Comment