Skip to main content

Rindu rumah dan seisinya

Postingan pertama yang sudah ditunda sejak tahun lalu ini akhirnya jadi juga karena perasaan rindu yang tiba-tiba datang begitu saja. hahaa, baru postingan pertama saja sudah membicarakan rindu. Tapi yaa, begitulah. Ini benar-benar situasi dimana rindu lah yang menguasai pikiran. Jadi mau bagaimanapun juga, maka isi tulisan ini harus tentang rindu. ya, rindu rumah.

Ceritanya dimulai seperti biasa, susah tidur, tetap terjaga walaupun sudah lewat tengah malam, insomnia? entahlah. Yang jelas, kalau keadaannya udah gini, maka pilihan akhirnya adalah ngecek semua folder-folder, atau kepo in orang-orang yang dianggap menarik di sosmed, atau dengerin lagu yang sama berulang-ulang sampek eneg sama itu lagu dengan harapan supaya ini mata mau istirahat, atau diam aja di kasur sambil terlentang, biarin pikiran melayang entah kemana, mikirin kuliah, mikirin umur yang bentar lagi udah tambah tua, mikirin hidup di masa depan bakalan kayak apa, mikirin gimana caranya menghasilkan uang sambil lagi kuliah gini, mikirin keluarga, mikirin teman-teman, mikirin kamu. Tapi pilihan malam ini adalah ngubek-ngubek lagi akun facebook yang udah mulai hidup entah dari tahun berapa itu. Terus nemu tulisan yang aku tulis tiga tahun yang lalu, gara-gara itu tulisan akhirnya jadi ingat rumah.



Taukah kau kawan?

berapa besar kehangatan matahari yang sudah semakin tua?
berapa besar kehangatan api yang tiap pagi membakar periuk nasi di dapur rumah kita?
ah, kurasa semua tak lebih hangat dari suasana yang kita ciptakan di rumah.
semua tak lebih hangat dari sepotong pagi di mana ibu kita dengan semangatnya menyiapkan nasi hangat untuk kita,
lalu dengan semangat pula ia akan marah ketika nasi hangatnya itu tak sempat kita santap
semua tak lebih hangat dari rumah, di mana kita pernah dihangatkan dengan sebuah pelukan hangat ketika dingin mencoba memeluk kita.
semua tak lebih hangat dari secangkir kopi yang tiap pagi diseruput ayah kita di teras rumah.
semua tak lebih hangat dari sebuah malam di mana kita berkumpul hanya untuk sekedar berebut remote TV

Namun, seiring matahari yang terus menua
sampai periuk yang digunakan itu kini menghitam
kehangatan itu sedikit memudar
karena satu per satu dari unsurnya harus pergi meninggalkan rumah kita yang hangat
ketika mereka harus menciptakan kehangatan lain di rumah mereka yang baru

Tapi biarlah,
kehangatan itu tetap milik kita
sekuat apapun waktu mengikisnya
rumah kita akan tetap hangat, sehangat yang kita inginkan
jadi suatu hari, jika kita harus pergi meninggalkannya
lalu dingin merayap merasuki pori-pori kulit kita
maka kita kita akan kembali ke rumah
karena rumah itu kehangatan kita,
dan kehangatan itu,rumah kita.


Februari, 2012



Rindu rumah adalah rindu yang paling menyesakkan dibandingkan dengan segala jenis rindu yang ada. Rindu rumah, berarti rindu dengan semua isi dan penghuninya, lima orang abang dan dua kakak, belasan keponakan, rindu Mak, rindu Ayah. Memang tidak semua dari keluarga besar ini tinggal dalam satu rumah, tapi tetap saja, saat kita merindukan rumah, itu berarti bahwa kita merindukan mereka, merindukan semua yang menjadi bagian dari keluarga kita, merindukan orang-orang tempat kita pulang, orang-orang yang bersedia memeluk kita saat kita kedinginan, orang-orang yang kembali bisa membuat semangat saat kita merasa lelah, orang-orang yang saat kita memikirkan mereka, maka kita akan selalu ingin melakukan yang terbaik, ingin memberikan yang terbaik, membuat mereka bangga terhadap diri kita. 

Dan rindu rumah, berarti rindu pada seseorang yang sudah tidak dapat dijumpai lagi. Bukankah rindu yang semacam itulah yang paling menyesakkan? Rindu pada seseorang yang sekalipun tidak dapat kita jumpai lagi di dunia ini? Ya, tentu saja. Rindu yang paling menyesakkan adalah saat kita merindukan seseorang yang tidak dapat kita jumpai lagi di dunia ini. Itulah alasannya kenapa rindu pada rumah selalu lebih menyesakkan dibandingkan dengan segala jenis rindu yang ada, dan tetap lebih menyesakkan dibandingkan dengan rindu sama kamu.


Comments